Zainul Muttaqin; Mahasiswa Pasca Sarjana Program Doktor Hukum Keluarga Islam UIN Mataram |
Mataram (CatatanNTB.com) - Pada era globalisasi dan digitalisasi telah membawa perubahan signifikan dalam dinamika kehidupan keluarga muslim kontemporer. Work-life balance menjadi isu krusial yang mempengaruhi kualitas dan ketahanan institusi keluarga. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2023, sekitar 35% masalah kesehatan mental di kawasan Asia Tenggara berkaitan dengan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarga.
Islam, sebagai agama yang komprehensif (syumul), telah meletakkan dasar-dasar keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarga sejak 14 abad yang lalu. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi" (Al-Qashas: 77).
Menurut Wahbah Al-Zuhaili dalam "Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu" (2011: 174), keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat merupakan prinsip fundamental dalam pembentukan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Hal ini mencakup keseimbangan antara pekerjaan sebagai sarana mencari nafkah dan peran dalam keluarga. Demikian juga menurut Yusuf Al-Qaradhawi dalam "Al-Halal wal Haram fil Islam" (2017: 156) menegaskan bahwa Islam mengajarkan konsep tawazun (keseimbangan) dalam setiap aspek kehidupan. Ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga dapat mengakibatkan berbagai problematika, mulai dari disharmoni keluarga hingga krisis identitas anak.
Studi yang dilakukan oleh International Islamic University Malaysia (IIUM) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 67% keluarga muslim urban mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan antara karir dan kehidupan keluarga. Fenomena ini memunculkan urgensi untuk mengkaji kembali konsep work-life balance dalam perspektif hukum keluarga Islam sebagai solusi komprehensif bagi problematika keluarga kontemporer.
A. Konsep Work-Life Balance dalam Islam
1. Definisi dan Ruang Lingkup
Work-life balance dalam perspektif Islam memiliki dimensi yang lebih luas dari sekadar pembagian waktu antara pekerjaan dan keluarga. Yusuf Al-Qaradhawi dalam "Dawr al-Qiyam wa al-Akhlāq fī al-Iqtiṣād al-Islāmī" (2015: 143) mendefinisikan keseimbangan kerja-kehidupan sebagai:
"Upaya mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat dengan memenuhi hak-hak Allah, hak-hak diri sendiri, keluarga, dan masyarakat secara proporsional."
Konsep ini diperkuat oleh pemikiran Imam Al-Syatibi dalam "Al-Muwafaqat" (Vol. 2: 17-18) yang menjelaskan bahwa keseimbangan hidup dalam Islam didasarkan pada tiga tingkatan maqashid syariah:
Pertama; Dharuriyyat (Kebutuhan Primer) meliputi; Perlindungan agama (hifdz ad-din), Perlindungan jiwa (hifdz an-nafs), Perlindungan akal (hifdz al-'aql), Perlindungan keturunan (hifdz an-nasl) dan Perlindungan harta (hifdz al-mal). Kedua; Hajiyyat (Kebutuhan Sekunder) Mencakup kebutuhan yang memudahkan kehidupan seperti: Pengembangan karir, Peningkatan kualitas hidup, Pendidikan lanjutandan rekreasi keluarga. Ketiga; Tahsiniyyat (Kebutuhan Tersier) Meliputi aspek-aspek pelengkap seperti: Pengembangan hobi, Kegiatan sosial, Aktivitas komunitas.
Ibn Asyur dalam "Maqashid Al-Syariah Al-Islamiyyah" (2012: 278) menambahkan bahwa ruang lingkup work-life balance mencakup beberapa hal: Pertama, Dimensi Temporal meliputi ( Waktu ibadah, Waktu kerja, Waktu keluarga, Waktu pribadi dan Waktu sosial). Kedua, Dimensi Spiritual (Hubungan dengan Allah (hablun minallah), Hubungan dengan manusia (hablun minannas), Pengembangan diri (tazkiyatun nafs). Ketiga, Dimensi Material meliputi (Pemenuhan nafkah, Manajemen aset dan Investasi masa depan) dan yang keempat, Dimensi Sosial terdiri dari (Relasi keluarga inti, Hubungan keluarga besar, Interaksi komunitas, Kontribusi sosial)
2. Prinsip-prinsip Dasar
Beberapa prinsip fundamental work-life balance dalam Islam meliputi:
a) Prinsip Prioritas (Awlawiyyat)
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dalam "Fi Fiqh al-Awlawiyyat" (2016: 87) menguraikan hierarki prioritas yaitu: Mengutamakan yang wajib atas yang sunnah. Mendahulukan kepentingan keluarga atas pekerjaan tambahan. Menyeimbangkan antara ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Mendahulukan maslahat yang lebih besar. Mencegah mafsadat yang lebih besar.
b) Prinsip Moderasi (Wasathiyyah)
Muhammad Al-Ghazali dalam "Ihya Ulum al-Din" (Vol. 2: 234) menekankan pentingnya sikap moderat dalam membagi waktu antara:
Ibadah dan muamalah
Pekerjaan dan istirahat
Keluarga dan sosial
Ali Al-Qaradaghi dalam "Fiqh al-Wasathiyyah al-Islamiyyah" (2018: 156) menambahkan aspek moderasi dalam:
Pola konsumsi
Gaya hidup
Ambisi karir
Penggunaan teknologi
c) Prinsip Keberkahan (Barakah)
Ibn Qayyim Al-Jawziyya dalam "Zaad al-Ma'ad" (2014: 318) menjelaskan bahwa keberkahan waktu tidak terletak pada kuantitas, melainkan pada kualitas penggunaannya. sedangkan Muhammad Al-Mubarakfuri dalam "Tuhfat al-Ahwadzi" (Vol. 8: 267) mengidentifikasi sumber-sumber keberkahan:
Niat yang ikhlas
Ketaatan pada syariah
Silaturahmi
Sedekah
Bangun pagi
d) Prinsip Keseimbangan (Tawazun)
Said Ramadan Al-Buti dalam "Dawabit al-Maslahah" (2013: 198) memaparkan dimensi keseimbangan yaitu; 1) Keseimbangan Material-Spiritual yang terdiri dari; (Pencarian rezeki halal, Peningkatan kualitas ibadah, Pengembangan potensi diri. 2) Keseimbangan Individual-Sosial meliputi; (Pemenuhan hak pribadi, Pelaksanaan kewajiban sosial, Kontribusi komunitas. 3). Keseimbangan Dunia-Akhirat taermsuk dalam hal ini (Investasi ukhrawi, Perencanaan duniawi dan Manajemen aset).
e) Prinsip Keberlanjutan (Istimrariyyah)
Muhammad Al-Zuhaili dalam "Al-Mu'tamad fi al-Fiqh al-Syafi'i" (2017: 345) menekankan pentingnya: Konsistensi Ibadah dengan menjaga (Qiyamul lail, Puasa sunnah dan Tilawah Al-Qur'an. Pembinaan Berkelanjutan terhdap Tarbiyah keluarga, Pendidikan anak, Pengembangan diri.
B. Implementasi Work-Life Balance dalam Keluarga Islam
1. Peran dan Tanggung Jawab Suami
Peran dan tanggung jawab suami dalam konsep Work-Life Balance dalam Keluarga Islam terdiri dari; Pertama, pemenuhan Nafkah Material yang meliputi ( Kewajiban mencari nafkah yang halal, Manajemen waktu kerja yang efektif, Penetapan standar hidup yang realistis.
Imam Al-Nawawi dalam "Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab" (Vol. 18: 276) menegaskan bahwa suami wajib mencari nafkah dengan cara yang tidak mengorbankan kewajibannya terhadap keluarga. Dan kedua yaitu pemberian Nafkah Spiritual yang mencakup (Pembinaan agama keluarga, Pendampingan tarbiyah anak dan Penciptaan lingkungan islami).
2. Peran dan Tanggung Jawab Istri
Adapun peran isteri dalam konsep Work-Life Balance dalam Keluarga Islam yaitu; Pengelolaan Rumah Tangga. Muhammad Mutawalli Al-Sya'rawi dalam "Tafsir Al-Sya'rawi" (2017: 456) menjelaskan bahwa peran istri dalam mengelola rumah tangga memiliki nilai ibadah yang setara dengan jihad. kemudian Pengembangan Profesional yang mencakup; Keseimbangan karir dan rumah tangga, Prioritas tanggung jawab domestik, Kontribusi ekonomi yang proporsional.
C. Tantangan dan Solusi
Dalam dunia kontemporer saat ini, menerapkan konsep Work-Life Balance dalam Keluarga Islam tidak semudah apa yang kita bayangkan, ada beberapa tantangan dalam menerapkan konsep Work-Life Balance dalam Keluarga Islam diantaranya;
1. Tantangan Modern. Dalam dunia yang serba modern saat ini hal yang paling mendasar dirasakan kendalanya dalam merapkan konsep Work-Life Balance dalam Keluarga Islam adalah. a) Digitalisasi, tuntutan kerja, Intrusi teknologi dalam kehidupan keluarga, dan Ketergantungan gadget. b) Tekanan Ekonomi yang disebabkan oleh Inflasi dan biaya hidup tinggi, Kompetisi kerja dan termasuk Gaya hidup konsumtif.
2. Solusi Perspektif Islam
Solusi yang ditawarkan oleh dunia islam yaitu; a). Spiritual Solution. Menurut Hamka dalam "Tafsir Al-Azhar" (Juz XXI: 167), penguatan spiritualitas keluarga dapat menjadi benteng menghadapi tantangan modernitas. b) Practical Solution yaitu dengan mengatur 1) Time Management yang mencakup; (Penetapan prioritas, Delegasi tugas, Efisiensi kerja). 2) Financial Management meliputi (Penerapan prinsip qana'ah, Investasi syariah, Pengelolaan zakat dan sedekah). 3) Technology Management yaitu ( Digital wellbeing, Batasan penggunaan gadget dan Zona bebas teknologi.
D. Implikasi Work-Life Balance terhadap Ketahanan Keluarga
1. Dimensi Psikologis
a. Kesehatan Mental (Reduksi stres, Pencegahan burnout, Peningkatan resiliensi)
b. Hubungan Interpersonal
Menurut Muhammad Al-Zuhaili dalam "Al-Usrah al-Muslimah fi al-'Alam al-Mu'asir" (2019: 234), keseimbangan kerja-kehidupan berkontribusi signifikan terhadap kualitas hubungan suami-istri dan orangtua-anak.
2. Dimensi Sosial
a. Kohesi Keluarga (Penguatan ikatan emosional, Pembentukan tradisi keluarga, Resolusi konflik efektif
b. Networking Sosial (Hubungan dengan keluarga besar, Partisipasi komunitas, Kontribusi sosial
3. Dimensi Spiritual
a. Peningkatan Kualitas Ibadah(Shalat berjamaah, Tadarus Al-Qur'an, Majelis ilmu keluarga
b. Pembentukan Karakter Islami
Yusuf Al-Qaradhawi dalam "Al-Khasa'is al-'Ammah li al-Islam" (2013: 187) menekankan bahwa keseimbangan hidup berkontribusi p
ada pembentukan syakhsiyah islamiyah dalam keluarga.
Penulis: Zainul Muttaqin
0Komentar