![]() |
Aktivitas pengerukan bukit di wilayah Sembalun |
Sembalun, CatatanNTB.com — Maraknya aktivitas pengerukan bukit di wilayah Kecamatan Sembalun memicu keprihatinan mendalam dari Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup (KPLH-Sembapala) dan Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun. Dalam pernyataan sikap resminya yang diterima media ini, kedua kelompok ini menyoroti pengerukan yang terjadi di sejumlah titik seperti Bawah Taman Bunga, sekitar Bukit Anak Dara, dan Bukit Pergasingan.
Menurut mereka, aktivitas tersebut tidak hanya mengancam keindahan lanskap alam Sembalun, tetapi juga keselamatan masyarakat. “Jenis tanah Sembalun sangat rawan longsor sehingga pengerukan dapat menimbulkan risiko bencana besar bagi masyarakat,” tegas mereka dalam pernyataan tertulis.
KPLH-Sembapala dan Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun menilai bahwa pengerukan bukit tanpa kajian lingkungan dan tata ruang yang jelas bertentangan dengan semangat konstitusi. Mereka mengutip Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, serta Pasal 6 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang menegaskan bahwa hak atas tanah memiliki fungsi sosial.
Selain itu, mereka menyoroti lemahnya implementasi Perda RTRW Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012–2032, yang seharusnya mengatur kawasan lindung dan perbukitan. “Banyak aktivitas alih fungsi lahan berlangsung tanpa pengawasan dan kajian lingkungan yang memadai,” tulis mereka.
Dalam sikap resminya, KPLH-Sembapala dan Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun menyatakan penolakan keras terhadap pengerukan bukit yang tidak sesuai tata ruang dan tanpa kajian AMDAL. Mereka mendesak Pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk segera melakukan moratorium terhadap seluruh kegiatan pengerukan dan alih fungsi bukit di Sembalun.
Tak hanya itu, mereka juga meminta pengesahan Perda RTRW baru dan RDTR Sembalun sebagai dasar hukum tata ruang yang tegas, serta peninjauan ulang terhadap Perda lama. Regulasi turunan di tingkat desa seperti Perdes Tata Ruang juga dinilai penting agar pengelolaan lahan tidak semata-mata berdasarkan klaim kepemilikan pribadi.
“Kami mengingatkan kepada semua pemilik lahan, bahwa hak milik tidak bersifat absolut. Setiap penggunaan tanah harus memperhatikan fungsi sosial, kelestarian lingkungan, dan keselamatan masyarakat,” tegas Rijalul Fikri dari KPLH-Sembapala dan Handanil, S.H dari Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun.
Mereka juga menyerukan kepada seluruh masyarakat Sembalun untuk bersama-sama mengawal persoalan ini demi keberlanjutan lingkungan, ketersediaan air, dan keselamatan generasi mendatang.
Pernyataan ini menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah agar tidak menutup mata terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi. “Isu ini bukan semata urusan hak milik pribadi, tetapi menyangkut hak hidup masyarakat luas dan keberlanjutan lingkungan Sembalun,” tutup mereka. (*)
0Komentar